Ads (728x90)


postviews postviews postviews

Dilihat kali

Saksi Meringan Terdakwa Tumpal Pakpahan dan Angton Simanjuntak Memberikan Keterangan (Fhoto : realitasnews.com )
BATAM, Realitasnews.com - Saksi dugaan kasus penyerobotan lahan di MKGR, Batu Aji, Batam, Anton Simanjuntak dan Tumpal Pakpahan dipersidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Batam, Senin (9/1/2017) mengatakan bahwa lahan kavling yang telah mereka bangun adalah milik Luns yang pengajuannya ke BP Batam melalui PT Tunas Wahana Sejahtera atau PT TOS.

Kepada Majelis Hakim yang dipimpin oleh Syahrial Alamsyah Harahap SH dan dua anggota majelis hakim Jasael SH dan Taufik Abdul Malik Nainggolan SH saksi  Anton Simanjuntak mengatakan bahwa ia pernah berpapasan dengan Luns ketika itu Luns mengatakan bahwa lahan kavling yang akan dibangunnya adalah lahannya.

"Ketika itu Lunc menyarankan kepada saya yang mulia agar membeli lahan tersebut dengan harga Rp 350 ribu permeter kubik," Kata Anton.

Ia menyebutkan bahwa masalah jual beli lahan adalah telah diserahkan oleh warga kepada pengurus DPC MKGR dalam hal ini adalah terdakwa Mariati dan suaminya Poster Sitanggang bersama terdakwa Herman Lase.

Hal senada juga dikatakan saksi Tumpal Pakpahan bahwa ia pernah ditemui oleh adik Lunc yang menyebutkan kavling yang sedang dibangunnya itu adalah milik abangnya Luns.

"Saya ditemui adik Luns yang mulia yang menyebutkan lahan kavling yang sedang dibangunnya itu adalah milik Luns dan kalau bersedia membelinya Luns menjual dengan harga Rp 350 ribu permeter kubik ," jelas Tumpal

Mendengar penjelasan adik Luns tersebut, Tumpal menyebutkan kalau masalah lahan adalah urusan pengurus DPC MKGR.

"Bayangkan yang mulia ketika itu  tahun 2008 masa harga tanah di Batu Aji ditawarkannya dengan harga Rp 350 ribu permeter kubik hampir sama dengan harga tanah di Nagoya," tegas Tumpal.

Tumpal juga menyebutkan bahwa jika Luns hendak mengambil lahan kavlingnya ia harus mengembalikan biaya pematangan lahan namun Lunc tidak bersedia mengembalikannya malah melaporkan kasus ini ke polisi sehingga pada tanggal 9 November 2016 lalu ketiga pengurus DPC MKGR yakni Mariati, Poster Sitanggang dan Herman Lase di amankan polisi.

Kedua saksi ini mengakui bahwa lahan yang telah mereka matangkan tersebut seluas sekitar 2 ribu permeter kubik yang dihuni oleh 33 kepala keluarga, warga  pernah mengajukan permohonan lahan ke BP Batam namun ditolak oleh BP Batam.

"Kami membuat surat permohonan ke BP Batam sampai dua kali mas namun tidak disetujui oleh BP Batam," jelas Tumpal.

Anton Simanjuntak mengakui mereka terkejut mengapa BP Batam malah menyetujui permohonan PT TOS.
Padahal, lanjut Anton, Luns ketika itu sudah memiliki kavling di MKGR namun mengapa permohonannya disetujui oleh BP Batam yang ketika itu namanya Badan Otorita Batam.

"Artinya dalam hal ini BP Batam tidak serius untuk memberantas rumah liar," kata Tumpal

Seluruh keterangan kedua saksi di akui oleh ketiga terdakwa. Sidang dilanjutkan pekan depan dengan agenda tuntutan.

Sementara itu Penasehat Hukum ketiga terdakwa Parulian Situmeang usai persidangan mengatakan bahwa warga MKGR memiliki niat baik, mereka tidak hanya menduduki lahan tersebut namun bersedia mengajukan lahan yang mereka huni ke BP Batam agar diperuntukkan kepada warga yang sebagian besar masih tinggal di rumah liar atau menyewa di kavling MKGR.

Permohonan Luns, lanjut Parulian, disinyalir mengandung unsur KKN lantaran dari keterangan Luns pengajuan lahan tersebut dengan menggunakan PT TOS hanya sebagai untuk memenuhi administrasi saja.

"Selain itu lahan itu dialokasikan BP Batam untuk jasa atau untuk membangun wartel namun kok malah diperjual belikan," jelas Parulian.

Ia juga menilai bahwa MKGR tidak meyerobot lahan lantaran lahan tersebut sudah diduduki warga sejak tahun 2005 lalu dan melakukan pengajuan pada tahun 2006 namun BP Batam tidak menyetujuinya dan pada tahun 2008 BP Batam mengalokasikan lahan tersebut ke PT TOS.

Warga ketika itu bersedia di gusur asal PT TOS bersedia mengembalikan biaya pematangan lahan kepada warga.

" Dulunya MKGR itu lahan berbukitan, warga telah iuran untuk membiayai pematangan lahan," jelasnya.

Warga nekat melakukan pematangan lahan menurut Parulian, lantaran awalnya BP Batam menjanjikan akan mengalokasikan lahan ke MKGR dengan luas 28,9 hektar. Namun BP Batam mengingkarinya dan mengalokasikannya ke PT TOS.

"Padahal sewaktu itu BP Batam telah memberikan keringanan dengan menggratiskan Uang Wajib Tahunan Otorita Batam (UWTO) selama 5 tahun," jelas Parulian,

 (Pay)

Posting Komentar

Disqus