Ads (728x90)


postviews postviews postviews

Dilihat kali


Penasehat Hukum, Parulian Situmeang (Fhoto : realitasnews.com)

BATAM, Realitasnews.com – Pehasehat Hukum tiga terdakwa dugaan kasus penyerobotan lahan MKGR di Batuaji, Batam, Parulian Situmeang SH mengatakan bahwa nomor Hak Pengunaah Lahan (HPL) dan nomor Peta Lokasi milik PT Tunas Wahana Sejahtera (PT TOS) yang ditunjukkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) kepada Majelis Hakim pada persidangan di Pengadilan Negeri yang digelar Kamis sore (5/1/2017) tidak sama dengan nomor HPL yang merupakan sempadan dari lahan DPC MKGR. 

“Nomor HPL dan Peta lokasinya yang ditunjukkan JPU tadi tidak sama dengan nomor HPL dari sempadan lahan milik DPC MKGR,” kata Parulian

Perbedaan nomor HPL ini menurut Parulian Situmeang bisa saja menjelaskan bahwa lahan yang dialokasikan MKGR ke warga bukan lahan milik PT TOS.

Ia juga menyebutkan bahwa lahan yang dialokasikan Otorita Batam yang kini menjadi BP Batam ke PT TOS awalnya sudah dialokasikan ke DPC MKGR seluas 29,8 hektar. Namun, lanjut Parulian, lantaran MKGR tidak memiliki dana untuk membayar Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO) MKGR hanya mamppu mengolah lahan tersebut seluas 11.7 hektar.

Mengetahui ada sisa lahan MKGR seluas 18,1 hektar yang UWTO nya belum dibayar oleh DPC MKGR ke BP Batam secara diam diam sipelapor yakni Luns mengajukan lahan ke BP Batam.

“Kuat dugaan kami agar Luns memperoleh lahan yang luas termaksuk lahan yang akan digunakan membangun kantor MKGR dan Posyandu Luns mengajukan permohonan lahan dengan mengunakan PT TOS,” jelas Parulian.


Sesuai pengakuan Luns pada BAP yang ada pada JPU ia menyebutkan bahwa ditahun 2009 lalu ia sudah pernah menjual lahannya dengan harga Rp 90 ribu permeter namun tidak ada warga yang bersedia lantaran warga telah membeli lahan kepada terdakwa Mariati.

Namun ternyata saat dua orang saksi yang dihadirkan JPU kedua saksi itu, kata Parulian, mengaku telah membeli lahan dari PT TOS dengan harga Rp 350 ribu permeter.

“Jadi lahan yang diperuntukkan ke PT TOS itu diperjual belikan dengan harga mahal ke masyarakat tidak seperti DPC MKGR menerima uang dari warga hanya untuk uang pengganti biaya pematangan lahan seperti untuk sewa eksavator dan untuk membeli minyaknya,” tegas Parulian.

Artinya PT TOS, dikatakan Parulian, tidak mendukung program BP Batam untuk mengurangi pembangunan rumah liar.

Parulian Situmeang CS berharap agar hakim majelis yang pimpin oleh Syahrial Alamsyah Harahap SH bersama anggota majelis hakim Jasael SH dan Taufik Abdul Malik Nainggolan SH dapat membebaskan ke tiga terdakwa yakni Mariati bersama suaminya Poster Sitanggang dan Herman Lase.  

(pay)

Posting Komentar

Disqus