Ads (728x90)


postviews postviews postviews

Dilihat kali

Staf Dinas Pertanahan Kota Batam, Wahyu ( Fhoto : realitasnews.com)
BATAM, Realitasnews.com - Pada fakta persidangan dari keterangan saksi saksi Ahmad Mahbub alias Abob terdakwa kasus dugaan penimbunan pantai (reklamasi pantai) tanpa memiliki Ijin Lingkungan Hidup yang menyeret Direktur PT Power Land ini ke meja hijau disinyalir disebabkan tumpang tindihnya peraturan dan wewenang antara Pemko Batam dan BP Batam.

Adanya tumpang tindih ini "terkuak" dari penjelasan tiga saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum, (JPU), Martuah dipersidangan yang digelar di ruang Sidang Utama Pengadilan Negeri Batam, Rabu (18/1/2017).

Ketiga saksi yang dihadirkan JPU diantaranya staf Direktur Pembangunan BP Batam, Ulung Dahana, Staf Dinas Pertanahan kota Batam, Wahyu, dan staf Bapeda kota Batam, Asril.

Kepada Majelis Hakim yang dipimpin oleh Edward Harris Sinaga SH MH dan anggota majelis hakim, Endi Nurindra Putra. SH dan Egi Novita SH ketiga saksi saling mempertahankan argumen dari wewenang instansinya.

Saksi dari Staf Direktur Pembangunan BP Batam, Ulung Dahana menyebutkan wewenang HPL yang diserahkan Pemerintah Pusat kepada Ketua BP Batam diatur dalam Kepres tahun 2011 yang dituangkan dalam peta. Didalam peta tersebut dijelaskan bahwa wewenang HPL BP Batam pada garis peta melewati garis bibir pantai.

Artinya wilayah, kata Ulung, wilayah pantai masih wewenang dari BP Batam untuk mengeluarkan Ijin Pengalokasian Lahan.

Sementara itu terdakwa Abob melakukan penimbunan pantai di pulau Mentiang tanpa memiliki Ijin Pengalokasian Lahan dari BP Batam hingga aktifitas penimbunan pantai yang telah dilakukannya sejak 12 Oktober 2012 lalu dihentikan oleh BP Batam.

Menurut staf Dinas Pertanahan kota Batam, Wahyu mengatakan bahwa sesuai Undang Undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah salah satu pasalnya menjelaskan bahwa wilayah dari 0 hingga 12 mil dari pantai merupakan Kawasan Pengembang Pantai dan dari 0 hingga 4  mil merupakan wilayah pantai.

Wahyu juga menjelaskan sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang salah satu pasalnya menjelaskan bahwa untuk wilayah pantai mengenai perijinan specs dikelola oleh Pemerintah Daerah dalam hal ini Pemko Batam.

Seharusnya, kata Wahyu, lantaran daerah yang timbun merupakan daerah pantai maka PT Power Land tidak perlu mengajukan ijin Pengalokasian lahan dari BP Batam.

"Kalau seperti kasus Abob ini terjadi terus maka investor akan berpikir berinvestasi di Batam," kata Wahyu.

Wahyu menjelaskan bahwa Pemerintah Pusat telah membahas tumpang tindih ini bahkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution pada tanggal 19 Januari 2016 pernah datang ke Batam untuk melaunching merubah Batam sebagai wilayah FTZ menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
Jika Batam sudah menjadi wilayah KEK, kata Wahyu, maka akan jelas batasan batasan yang menjadi wewenang BP Batam dan Pemko Batam.

"Contohnya BP Batam wewenangnya mengurusi perindustrian. dan Pemko Batam wewenang mengurusi diluar industri diluar industri," jelasnya

Agar tumpang tindih ini tidak berlarut larut , Wahyu mengharapkan agar Pemerintah Pusat mempercepat proses perubahan Transformasi FTZ menjadi KEK.
Perubahan Batam menjadi KEK, kata Wahyu, sudah diperintahakan Presiden Joko Widodo pada tanggal 19 Januari 2016 lalu.

(Pay)

Posting Komentar

Disqus