Ads (728x90)


postviews postviews postviews

Dilihat kali

Penindakan korporasi pembakar hutan Riau diiringi beragam kejanggalan: pertemuan polisi-petinggi perusahaan, penyanderaan penyidik dan pengusiran Kepala BRG. (ANTARA FOTO/Wahyu Putro)

PEKAN BARU, Realitasnews.com- Tindakan terhadap dugaan pembakaran hutan dan lahan secara sengaja di Riau terus menimbulkan polemik di masyarakat. Surat penghentian penyidikan (SP3) yang diterbitkan Polda Riau terhadap 15 korporasi adalah salah satunya.

Direktur Kriminal Khusus Polda Riau Kombes Rivai Sinambela berkata kepolisian tidak dapat meneruskan penindakan itu karena kekurangan alat bukti.

Polda Riau menyisakan tiga dari 18 perkara karhutla yang menjerat korporasi di Riau. Seluruh perkara itu mereka mulai selidiki pada 2015, ketika kebakaran hutan dan lahan menyebabkan bencana asap terburuk sejak 1997.

SP3 yang diterbitkan Polda Riau menghentikan penyidikan terhadap 15 perusahaan, yaitu PT Bina Duta Laksana, PT Perawang Sukses Perkasa Indonesia, PT Ruas Utama Jaya, PT Suntara Gajah Pati, PT Dexter Perkasa Industri, PT Siak Raya Timber, PT Sumatera Riang Lestari, PT Bukit Raya Pelalawan, PT Hutani Sola Lestari, KUD Bina Jaya Langgam, PT Rimba Lazuardi, PT Langgam Inti Hibrindo, PT Palm Lestari Makmur dan PT Wahana Subur Sawit.

Sementara itu, tiga perkara yang berlanjut ke proses hukum berikutnya menjerat PT Langgam Inti Hibrindo, PT Palm Lestari Makmur, dan PT Wahana Subur Sawit.

Mewakili Presiden Joko Widodo, Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki berkunjung ke Riau, Juli lalu. Usai Rapat Evaluasi Satgas Siaga Darurat Karhutla Riau di Lanud Roesmin Nurjadin, Teten berkata penegakan hukum tidak melulu pemidanaan tapi juga pencabutan izin.

Akhir Juli lalu, giliran Kapolri Jenderal Tito Karnavian yang berkunjung ke Riau. "Ada yang bakar, sudah, tangkap saja, proses," ucapnya di Kabupaten Kampar, seperti dilansir Antara.


Kapolri Jenderal Tito Karnavian (tengah) didampingi Kapolres Kampar AKBP Edi Sumardi (dua kiri) ketika meninjau langsung kebakaran hutan dan lahan di Desa Rimbo Panjang, Kampar, Riau, Senin (29/8/2016)  (ANTARA FOTO/Ronny Muharman) 

Namun, kehadiran Tito ke Riau itu tercoreng ketika sebuah foto yang menujukkan kebersamaan antara pejabat Polda Riau dan petinggi PT Andika Permata Sawit Lestari (APSL) beredar ke publik. PT APSL adalah satu perusahaan sawit. Industri sawit dan kertas, menurut Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), adalah salah satu industri yang menyumbang kebakaran lahan dan hutan pada tahun lalu.

Tiga perwira yang terlihat pada potret itu adalah Kapolresta Pekanbaru Kombes Toni Hermawan, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Riau Kombes Rifai Sinambela, dan Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Riau Kombes Surawan.

Meskipun kepolisian setempat menyebut pertemuan itu sebagai sebuah kebetulan, aktivis lingkungan semakin mencurigai hubungan tidak biasa antara polisi dan korporasi pembakar hutan.

“Beredarnya foto itu,” kata Staf Kampanye dan Advokasi dari Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau Okto Yugo Setiyo, “Semakin menguatkan indikasi permainan antara jajaran Polda Riau dengan pengusaha sawit.”

Dinas Kehutanan menyatakan luas kawasan hutan di Riau mencapai 9,03 juta hektare pada 2012. Ini terdiri dari 5,42 juta kawasan hutan, dan 3,60 juta nonkawasan hutan. Organisasi lingkungan mengkritik terjadinya perubahan tutupan hutan oleh secara masif untuk industri, terutama sawit dan kertas. Industri juga kerap dikritik karena tetap menebang hutan alam untuk kebutuhan bahan pasok.

Sepekan usai foto itu beredar luas, PT APSL kembali terlibat persoalan. Tujuh penyidik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan disandera sekelompok orang usai menyegel area konsesi PT APSL yang terbakar. Kementerian menduga perusahaan itu membakar sekitar 2.000 hektare lahan dan menggerakkan massa dalam penyanderaan itu.

"Kejadian penyanderaan ini merupakan tindakan melawan hukum yang merendahkan kewibawaan negara," kata Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. "Penyanderaan tidak akan mengurangi ketegasan KLHK dalam menindak pelaku Karhutla."

Tetapi belum lagi persoalan penyanderaan selesai, muncul masalah lain.

Senin pekan ini, Kepala Badan Restorasi Gambut Nazir Foead diadang dan mengalami pengusiran kala sidak ke lahan PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) di Pulau Padang, Kepulauan Meranti, Riau.

Nazir mengatakan sidak itu didasarkan pada dugaan pembukaan lahan gambut dengan membangun sejumlah kanal. "RAPP tidak kooperatif dengan pemerintah Indonesia," kata Nazir usai timnya diadang satuan keamanan perusahaan.

Di tengah keriuhan korporasi pembakar hutan dan lahan itu, Mabes Polri turun tangan. Tito berkata Polri akan menginvestigasi penyanderaan yang diduga dilakukan PT APSL.

Tito juga berjanji akan menggelar pemeriksaan internal hingga tingkat resor untuk mengungkap penyanderaan penyidik pegawai negeri sipil.

"Kami akan coba selidiki secara komprehensif, permasalahan apa yang menyebabkan terjadinya ini, apa penyaderaan ini memenuhi unsur pidana. Kalau iya, apa motifnya, ini paling penting," ujar Tito.

Sementara terkait pengusiran BRG dari lahan konsesi PT RAPP, Tito menyatakan hal itu akan menjadi bagian dari penyelidikan kepolisian. "Peristiwa itu menjadi bagian dari penyelidikan kami."

Pelbagai persoalan itu menunjukkan betapa kekayaan hutan Riau amat melimpah, namun terus menyisakan bara persoalan di dalamnya. (cnn/indonesia)

Posting Komentar

Disqus