Ads (728x90)


postviews postviews postviews

Dilihat kali



BATAM, Realitasnews.com – Sekretaris Komisi II DPRD Kota Batam, Mesrawati Tampubolon memimpin Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan pengusaha hiburan terkait pajak hiburan dan dilaksanakan di ruang rapat komisi II DPRD Kota Batam,  Batam Center, Batam, Selasa, (8/7/2019).

RDP itu juga dihadiri oleh anggota Komisi II DPRD Kota Batam, Uba Ingan Sigalingging, Dandis Rajagukguk, pihak dari BP2RD, Titin Y, pihak dari DPM PTSP, Willly, Kepala Bidang Perizinan ekenomi dan sosial, DPM PTSP Kota Batam, Resa Marlinda serta pihak pengusaha hiburan.

Sekretaris Komisi II DPRD Kota Batam, Mesrawati Tampubolon dalam penjelasannya mengatakan bahwa setiap Gelper jarang ditemui anak-anak bermain dan ruangannya full dengan asap rokok jikapun ada anak-anak bermain mentalnya akan terganggu sebab banyak ditemui pakaian setengah jadi bagi pemain wanita dewasa.

Ia menyebutkan pihak Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) harus bertanggung jawab dengan ijin yang dikeluarkan dan jika ada pihak pengusaha yang tidak membayar pajak agar ditutup saja usahanya.

“Ada Gelper ijin yang dimiliki permainan anak-anak seharusnya permainan itu untuk anak dan jika ijin untuk permainan orang dewasa ya untuk permainan orang dewasa dan pajaknya dibayar sesuai dengan ijin yang dimiliki,” kata Sekretaris Komisi II DPRD Kota Batam Mesrawati Tampubolon.
Ia menyebutkan dari data yang diketahui ada sekitar 200 wajib pajak permainan dewasa dan anak-anak ini pajaknya berpotensi milyaran rupiah setiap bulan, tapi menjadi potensial lostnya.

“Saya pernah masuk disalah satu gelper di Nagoya, ada yang buka sampai pagi dan ngak mungkin anak-anak main sampai pagi untuk mengejar hadiah boneka dan HP China dalam permainan tersebut,” katanya.

Selain itu ijin yang disampaikan DPM PTSP kepada BP2RD tidak sinkron dengan kegiatannya dan BP2RD tidak melihat usahanya.

“ Bagi pengusaha yang tidak datang sampai tiga kali, kita akan layangkan surat melalui pihak yang berwajib (Polresta Barelang) minta dijemput paksa pengusahanya,” katanya.

Ia juga mengharapkan agar DPM PTSP turun ke lapangan untuk mengeceknya dan bagi pengusaha yang tidak bayar pajak agar ditutup saja.

“ Kami akan menyurati Walikota Batam terkait hal itu,” katanya.

Sementara itu, anggota Komlisi II, Dandis Rajagukguk mengatakan dari keterangan Kepala BP2RD Batam, sebelumnya dari 41 terdapat 39 wajib pajak, dan 10 yang aktif bayar pajak, dan sekarang tinggal 4 usaha gelper yang aktif bayar pajak untuk kategori dewasa dan 6 lagi sudah tutup.

“Ijin yang dikeluarkan permainan anak-anak namun yang menggunakan/memakai permainan itu orang dewasa, perlu ketegasan atas hal ini,” katanya.

Dandis mengatakan terkait dangan ketidakhadiran pelaku usaha, diduga ada yang mengkondisikan pihak pengusaha sehingga banyak yang tidak mau datang disini kita bukan mau membuat keresahan bagi pengusaha Gelper, namun untuk mensinkronisasikan  pihak  PTSP dengan BP2RD.

Salah seorang yang mewakili yang dipercaya dari pihak pengusaha Gelper yakni yang mengelola Gelper Double Dragon mengatakan terkait kegiatan, yang dilaporkan oleh double dragon (PT. Global Sukses Perkasa) sudah buka selama 7 bulan, pajak selama ini sudah dibayarkan sama orang yang bersangkutan dimana saat ini kebetulan sedang keluar, gelanggang permainan anak-anak dan keluarga pajaknya sebesar15%.

Sementara itu, anggota Komisi II, Uba Ingan Sigalingging mengatakan permainan pimpong disalah satu tempat Gelper di Nagoya, dirinya pernah membayar Rp 500 ribu,-  dengan nilai Rp 100 ribu setiap kartu, sebagai pembuktian.

“ Untuk menukar kartu itu kembali menjadi uang, saya menyuruh mereka untuk datang ke DPRD kota Batam  dan mereka mengiyakan. Namun, hingga saat ini tidak datang-datang. sudahlah saya ditipu mereka tidak bayar pajak lagi,” katanya.

Ia menyebutkan diduga sepertinya ada penggelapan atau kongkalikong PTSP dengan BP2RD, seharusnya ada pengawas dan Excuse atasan, pimpinan sebelumnya (Gustian Riau) dan disebutkan tidak ada anggaran dalam pengawasan.

“ Ini menarik, Batam termasuk kota metropolitan bagaimana mungkin tidak ada anggaran untuk pengawasan, ini bisa jadi disengaja dan dia dapat leluasa bermain selama ini. sehingga input yang ada di BP2RD menjadi kacau,” katanya.

“ Kita melihat disini ada kegiatan tersebut, tapi luput dari perhatian (Perda No 7 tahun 2017 tentang pajak daerah. dengan Perda Pajak No.3 tahun 2003 tentang klasifikasi dan jenis permainan,” tambahnya.

Sementara itu pihak dari BP2RD, Titin Y yang hadir dalam RDP itu mengatakan terkait double dragon, sebelumnya bernama tri kingdome dan membayar pajak 50%, tapi sekarang double dragon belum membayar. Khusus untuk hiburan belum ada sosialisasi mengenai besaran pajak kepada pengusaha.

Pihak dari DPM PTSP, Willly mengatakan terkait double dragon, ijin pertama sudah dikeluarkan, namun masalah pajak bukan wewenang pihaknya.

Ia juga menyebutkan dibidang pengawasan pihaknya tidak ada biaya, sebelumnya pimpinan (Gustian Riau), selama ini yang sudah berjalan sekitar tiga tahun.

Sementara itu Kepala Bidang Perizinan ekenomi dan sosial, DPM PTSP Kota Batam, Resa Marlinda mengatakan pihaknya selama ini tidak pernah melakukan koordinasi, serta memberikan data-data gelanggang permainan ke BP2RD meski kami dalam satu ruangan dengan PTSP.

Kedepannya akan kami perbaiki, dalam mengeluarkan ijin serta akan berkoordiansi dengan Kabid pengawasan. Dari tahun 2019 kebawah ijin yang keluar adalah arena bermain anak dan keluarga, disini dibayar 15% karena tidak ada jenis permainan anak ataupun dewasa. (IK/AP)

Posting Komentar

Disqus