Ads (728x90)


postviews postviews postviews

Dilihat kali


Komisaris PT Power Land, A.Fuan ( Ditengah) (Fhoto : Realitasnews.com)


BATAM, Realitasnews.com- Ketua DPC LSM Aliansi Pemerhati Lingkungan Hidup (AMPUH) kota Batam, Budiman Sitompul menyoroti atas tuntutan yang diberikan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), Martua SH kepada komisaris PT Power Land A. Fuan terdakwa dugaan pengrusakan lingkungan hidup dengan tuntutan kurungan penjara selama 1 tahun dan 6 bulan dan denda sebesar Rp 1 miliar dengan subsider kurungan badan selama 6 bulan.

Tuntutan ini menurut Budiman Sitompul ketika dihubungi di Batam, Jumat (17/2/2017) sangat ringan ia mensinyalir JPU, Martua SH ada kongkalikong dengan terdakwa A Fuan. Menurutnya terdakwa harus di tuntut kurungan penjara selama 3 tahun dan denda sebesar Rp 3 miliar lantaran perbuatan terdakwa sudah jelas melakukan pengrusakan lingkungan dengan melakukan reklamasi di pulau Mentiang, Tiban, Batam tanpa mengantongi Ijin Amdal, UKL-UPL dan ijin Lingkungan.

Dakwaan dari penuntut umum, kata Budiman, terhadap terdakwa A Fuan dijatuhkan  pidana sebagaimana diatur pasal 109 junto pasal 36 ayat 1 Undang Undang Nomor 32 tahun 2009  Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menjelaskan setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 3 tahun dan denda paling sedikit Rp 1.miliar. dan paling banyak Rp 3.miliar.

Ia menyebutkan sepertinya hukum hanya runcing ke bawa tumpul ke atas terbukti lima orang penambang pasir ilegal yang menambang pasir demi sejengkal perut di tuntutnya dengan kurungan penjara 1 tahun 3 bulan dan denda sebesar Rp 1 miliar subsider kurungan badan selama 3 bulan.

“Penambang pasir dan PT Power Land sama sama melakukan pengrusakan lingkungan, ada apa ini dengan penuntut umum” kata Budiman.

Pada sidang Direktur PT Power Land, Ahmad Mahbub pada Selasa (12/12/2016) lalu keterangan saksi Doran dari dinas Kelautan Perikanan Pertanian dan Kehutanan (KP2K), ketika itu dihadapan majelis hakim yang dipimpin oleh Edward Harris Sinaga SH MH didampingi anggota majelis hakim, Endi Nurindra Putra.SH dan Egi Novita SH Doran menyebutkan bahwa PT Power Land tidak membayar uang reklamasi pantai padahal aktifitas reklamasi pantai yang dilakukan oleh PT Power Land telah merusak hutan bakau.

LSM AMPUH, juga menyoroti tuntutan JPU, Martua.SH dalam tuntutannya tidak ada disebutkan barang barang yang diamankan Bapelda kota Batam yang digunakan untuk melakukan reklamasi pantai secara illegal.

Padahal dari informasi yang dihimpun pada persidangan persidangan sebelumnya saksi Jhony dari Bapelda Pemko Batam menyebutkan Bapelda Pemko Batam melayangkan surat penghentian reklamasi pantai tersebut pada tanggal 11 Juni 2012.

Saat Jhony menghentikan reklamasi pantai itu di lokasi reklamasi di pulau Mentiang itu ia bertemu dengan pengawas PT Power Land, Rasulli Damanik alias Uli.

Walau telah dihentikan Bapelda pemko Batam ketika itu tidak melanjutkan kasus tersebut ke jalur hukum.

Jalur ini diproses ke jalur hukum, kata Budiman, setelah reklamasi pantai illegal ini dilaporkan DPC LSM AMPUH kota Batam ke DPP LSM AMPUH ke mabes Polri, di Jakarta.

“ Setelah dilaporkan ke mabes Polri baru kasus ini diproses,” kata Budiman.

Ia juga menilai Bapelda kota Batam tidak serius melakukan pengawasan disinyalir ada kongkalikong dengan PT Power Land terbukti pada persidangan Selasa (31/1/2017) saksi Ahmad Mipon pemilik PT Tiara Mantang kepada JPU,Martua.SH mengakui ia mengajukan kwitansi tagihan pada PT Power Land pada tanggal 7 Maret 2013 lalu tagihan tersebut untuk menagih penimbunan yang dilakukan PT Tiara Mantang bulan April 2012 hingga 13 Januari 2013.

“Dikwitansi tagihan tersebut apa benar anda jelaskan untuk penagihan hasil penimbunan dari bulan April 2012 hingga 13 Januari 2013,” tanya Martuah SH

“Benar pak,” jawab Ahmad Mipon ketika itu.

Artinya kuat dugaan walau sudah diberhentikan oleh Bapelda kota Batam PT Power Land melalui PT Tiara Mantang tetap melakukan penimbunan pantai walau belum mengantongi ijin AMDAL dan ijin Lingkungan.

Seharusnya,kata Budiman, Bapelda kota Batam harus menahan truck dan alat berat Eksavator yang digunakan untuk melakukan penimbunan pantai tersebut. (IK)

Posting Komentar

Disqus