Ads (728x90)


postviews postviews postviews

Dilihat kali

Aksi pasukan Yonif 330 Kostrad. (Fhoto : merdeka.com/handout/penkostrad)
PALU, Realitasnews.com - Tim Alfa 29 dari Satuan Tugas operasi Tinombala berhasil menembak mati Santoso, pimpinan kelompok teroris mujahidin wilayah Indonesia Timur yang paling dicari di Indonesia. Santoso tewas saat beradu tembak dengan tim Satgas di Poso, Sulawesi Tengah. Setelah pimpinan kelompok tewas, Kapolri dan Panglima TNI mengimbau kepada anak buah kelompok Santoso segera menyerahkan diri dan menjalankan proses hukum.

"Kita lanjutkan (Operasi Tinombala) baik dengan cara penggunaan operasi secara keras dan persuasif. Tolong disampaikan saya pribadi imbau kepada saudara-saudara kita yang ada di atas agar lebih baik turun gunung," ujar Kapolri Jenderal Tito Karnavian di Palu, Rabu (20/7).

Senada dengan Tito, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo yang juga tengah berada di Poso meminta anak buah Santoso menyerahkan diri dan menjalani proses hukum tanpa menghilangkan hak mereka bertemu dengan sanak keluarga.

"Saya mengimbau, mari semua turun gunung kembali ke pangkuan ibu pertiwi. Mengikuti proses hukum. Dan mereka punya kesempatan bertemu keluarga," kata Gatot.

Imbauan seperti ini menurut pengamat teroris Wawan Purwanto wajar saja dilakukan. Wawan menuturkan upaya tersebut sebagai bentuk menghindari pertumpahan darah yang lebih banyak lagi.

"Ini sebagai soft approach, supaya kenapa tidak ada pertumpahan darah lagi. Perang itu pilihan paling akhir setelah negosiasi," ujar Wawan, dikutip merdeka pada Jumat (22/7/2016) malam.

Wawan menyampaikan bukan tingkat keberhasilan yang difokuskan dalam imbauan seperti itu, setidaknya menurut dia negara masih memberi kesempatan bagi para teroris untuk bertanggung jawab atas perbuatannya melalui jalur hukum. Jika dirasa imbauan Polri dan TNI tetap diacuhkan, maka jalan keras dengan perlawanan senjata harus dilakukan.

Namun, Wawan meyakini setelah Santoso tewas tertembak anak buah Santoso akan menyerah mengingat figur pimpinan mereka sudah berhasil dilumpuhkan oleh tim Satgas operasi Tinombala. Ditambah lagi bahkan ada anak buah Santoso turun gunung karena persediaan makanan telah menipis serta faktor alam dan cuaca yang mempengaruhi kondisi mereka di tempat persembunyian.

"Keberhasilannya fifty fifty, tinggal dilihat seberapa kuat mereka (anak buah Santoso) bertahan, apalagi selama ini mereka bertahan di gunung. Terkadang suasana alam menyadarkan seseorang," kata Wawan.

Dia mencontohkan pimpinan kelompok bersenjata Aceh, Din Minimi yang menyerahkan diri kepada Badan Intelijen Indonesia (BIN) dan anggota kelompok Organisasi Papua Merdeka (OPM) sebagai keberhasilan tindakan persuasif dalam menangani kelompok teroris.

Senada dengan Wawan, pengamat teroris lainnya Susaningtyas Handayani Nefo atau dikenal juga dengan sapaan Nuning upaya tim satgas untuk melumpuhkan kelompok teroris harus sesuai dengan penyelidikan yang dilakukan.

"Untuk menyelesaikan masalah radikalisme pendekatan bisa melalui berbagai cara ada yang hard power dengan tindakan represif hingga makan nyawa. Ada yang dengan soft power, misalnya prosperity approach (pendekatan kesejahteraan). Ini semua harus berdasarkan hasil lidik atas embrio dan determinant factor terorisme di suatu daerah-dalam hal ini Poso," jelas Nuning.

Dia juga optimis anak buah Santoso akan keluar dari markas mereka, "Jika memang yang dibutuhkan kelompok Santoso sebenarnya kesejahteraan, maka sangat mungkin mereka mau turun gunung bila dilakukan pendekatan yang sesuai," tukasnya.

Sumber berita : merdeka.com

Editor             : Posman Sipayung